Akal Adalah Cahaya dalam Kegelapan



[postlink]http://gillaullikcreation.blogspot.com/2009/11/akal-adalah-cahaya-dalam-kegelapan.html[/postlink]
Menurut Gibran akal yang tidak dimanfaatkan untuk belajar bagaikan tanah yang tidak diolah, tubuh manusia yang kurang gizi. Akal menjadi penting bagi manusia, karena melalui akal manusia tidak terjebak dalam kesalahan dan kehancuran, dan melalui akal pula manusia dapat menemukan di mana letak kesalahan dan di mana kebenaran itu berada.
“Dengarkanlah apa yang dikatakan kepadamu, ketika akal berbicara, dan kalian akan selamat. Gunakanlah apa yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya, maka kalian akan menjadi prajurit bersenjata. Allah tidak pernah memberikan pembimbing yang lebih baik dari akal, dan tidak ada senjata yang lebih ampuh dari akal. Bila akal berbisik kepada batinmu, maka kamu akan kuat melawan nafsu. Karena ia adalah materi yang cakap, pembimbing yang setia, dan penasehat yang bijaksana. Akal adalah cahaya dalam kegelapan, bagaimana amarah adalah kegelapan di dalam cahaya. Jadilah kalian orang-orang bijaksana – biarkanlah akal, bukan nafsu, menjadi pembimbingmu. Namun akal sendiri tidak akan berdaya tanpa bantuan pengetahuan. Tanpa saudara kembarnya ini akal hanyalah si miskin yang tak berwisma, sedangkan pengetahuan tanpa akal seperti sebuah rumah yang tak dirawat. Bahkan cinta, keadilan, dan kebaikan sekalipun tidak akan berguna jika akal tidak ada.” (trilogy hal. 240-241)
Akal dan pengetahuan adalah saudara kembar. Dalam pandangan Gibran melalui akal manusia dapat mengetahui nilai diri yang sebenarnya. Allah telah memberikan pengetahuan kepada manusia, sehingga dengan cahayanya manusia tidak hanya bisa menyembah-Nya, tetapi juga mampu memahami kelemahan dan kekuatan diri manusia sendiri. Mampu melihat kesalahan-kesalahan dan juga memperbaikinya. Menggunakan akal dan pengetahuan secara baik dan benar mampu melahirkan sekaligus membentuk manusia yang bijaksana.
Melalui akal dan pengetahuan manusia bisa sampai kepada Allah. Disebutkan bahwa Allah tidak pernah memberikan pembimbing yang lebih baik dari akal. Sebagai pembimbing, bagi Gibran akal dan pengetahuan merupakan sebuah fase penting dalam tindakan manusia, untuk menyingkapi, menemukan dasar eksistensi kehidupan manusia dan alam semesta.
Akal dan pengetahuan dengan demikian tidak bertentangan dengan iman, sejauh digunakan dengan bijaksana. Tujuan pengetahuan manusia adalah meneliti berbagai unsur yang membentuk alam semesta, menganalisis susunannya, menentukan hubungan-hubungan yang terdapat di antaranya. Pengetahuan mengadakan penelitian-penelitian, penyelidikan ilmiah, observasi, pembuktian-pembuktian, dan penemuan-penemuan dalam bidang teknologi. Semuanya merupakan aktivitas akal dan pikiran manusia untuk membantu manusia dalam upaya menyingkapkan eksistensinya sebagai rekan kerja Allah di dalam dunia.
Dengan demikian aktivitas akal dan pengetahuan manusia tidak ditujukan untuk membuktikan ada atau tidak adanya Allah, tetapi mau mewujudkan rahmat dan anugerah Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia. (Bdk. Louis Leahy, Aliran-Aliran Besar Ateisme, Tinjauan Kritis, Yogyakarta, Kanisius, 1985, hal. 126-128.)
Sebenarnya Gibran bukanlah yang pertama yang meyakini akal sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada Allah. Sebab jauh sebelumnya sudah ada ilmuwan semisal: Johanes Kepler (1571-1639), Blaise Pascal (1623-1662), Isaac Newton (1642-1717), Michael Faraday (1791-1867), yang dengan bijaksana memberdayakan anugerah Allah yang dilimpahkan kepada mereka. Johanes Kepler misalnya pernah menyusun frasa berjudul “Berpikir menurut pikiran Allah”. Menurutnya apabila seorang ilmuwan sedang terlibat dalam studi tentang alam, ia mencari apa yang ditentukan Alkitab di alam. Kepler menulis “Karena kami para astronom merupakan pendeta Allah yang tertinggi dalam pengetahuan alam, maka sepantasnyalah kami berpikir dengan hati-hati, mengenai kemuliaan Allah.” Francis Shaeffer mengeluhkan bahwa Newton menghabiskan begitu banyak waktu di akhir kehidupannya hanya dengan menulis Alkitab.
Blaise Pascal sendiri bahkan menulis buku peribadatan Kristen yang menjadi klasik, terkenal dengan nama Pensees, yang merupakan penegasan terhadap iman Kristen. Pascal menulis “Iman memberi tahu kita apa yang indera kita tak bisa lakukan, tetapi tidak bertentangan dengan apa yang ditemukan indera itu. Iman sekedar melebihi tanpa membantah indera”. Dan Faraday seorang yang mempunyai iman yang tak kunjung hilang kepada Allah. Ia berdiri di atas keyakinan bahwa “Apabila Kitab Suci berbicara, kami berbicara, di mana Kitab Suci tidak mengeluarkan suara, kami diam”
Contoh-contoh di atas sengaja diangkat untuk menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan, atau akal dan pikiran manusia sejatinya merupakan pembimbing yang baik untuk menjumpai Allah dalam kehidupan. Jika akal dan pikiran manusia dimutlakkan mereka akan menjadi liar dan menghancurkan. Karena sampai sekarang akal dan pikiran dipergunakan tanpa kebijaksanaan dan sudah mengakibatkan banyak hasil negatip. Polusi udara, polusi air, destruksi alam semesta, jenis manusia pun terancam dihapuskan dari muka bumi jikalau manusia kurang hati-hati.
Akal dan pikiran bisa dikendalikan selama manusia maju secara spiritual dan moral, dan juga selama manusia memiliki pemahaman yang tepat mengenai kehidupan ini. (Bdk. Louis Leahy, Sains Dan Agama Dalam Konteks Zaman, Yogyakarta, Kanisius, 1997, hal. 28.) Bagi Gibran jika manusia sampai kepada pemahaman ini sudah barang tentu mereka adalah orang yang bijaksana, karena telah menggunakan akal dan pikiran mereka dengan baik dan benar. Mereka telah menyadari secara sungguh bahwa akal dan pikiran adalah anugerah Allah yang mesti dimanfaatkan dengan baik dan demi kebaikan itu sendiri.