Dialah Sang Penghuni Langit... Uwais Al Qarni Seorang yang tidak Terkenal di Bumi, tetapi Sangat terkenal di Langit
[postlink]http://gillaullikcreation.blogspot.com/2010/10/dialah-sang-penghuni-langit-uwais-al.html[/postlink]Ada seorang pemuda bermata biru, berambut keperangan, bahunya lebar dan berpenampilan cukup tampan, hidup pada zaman Rasulullah SAW. Beliau yang berkulit kemerah-merahan selalu menundukkan dagunya memerhatikan tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, seorang yang mahir membaca al-Quran dan selalu menangis. Pakaiannya hanya dua helai yang sudah kusut. Satu untuk menutup badan dan yang satu lagi sebagai selendang. Tiada orang yang menghiraukan, dan tidak dikenali oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Tetapi seandainya dia berdoa, pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil dan disuruh masuk ke syurga, dia dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin kepada untuk memberi syafa’at sejumlah kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhar. Semua akan dimasukkan ke syurga tanpa seorangpun yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal kebanyakan orang, ia juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai pengemis, pencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqaha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk bersamanya, coba memberinya hadiah dua helai pakaian, pakaian tadi diterimanya tetapi dikembalikan olehnya seraya berkata: “Aku khuatir, nanti ada orang menuduhku, dari mana aku dapatkan pakaian itu, kalau bukan dari mengemis pasti dari hasil curian”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tidak mempunyai keluarga, kecuali hanya ibunya yang telah terlalu tua dan lumpuh. Penglihatannya pula sudah kabur. Untuk mencukupi kehidupan sehariannya, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekadar menampung kehidupan sehari bersama si ibu. Bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala kambing dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Ramai di antara tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengar ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya mereka ke Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap kali melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum berkesempatan.Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengannya. Tetapi apakan daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah ibunya yang jika ia pergi, tiada orang yang akan menjaganya.
Di khabarkan, ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada Rasulullah SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu dengan Rasulullah tidak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah baginda dari dekat ? Tetapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat memerlukan penjagaannya dan tidak boleh ditinggal bersendirian. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Si-ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memahami perasaan Uwais, lalu berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tidak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada jiran tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpeluk cium dengan ibunya, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang jaraknya lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman. Perjalanan yang begitu jauh ditempuhinya, tidak peduli kepada perompak dan penyamun, bukit yang curam, padang pasir yang begitu panas, seluas dan sejauh mata memandang dan dapat menyesatkan, dan apabila malam ia menjadi begitu sejuk. Semua itu tiada menjadi hal baginya asalkan dapat bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras rupa baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Akhirnya tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Beliau segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah, sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidatina Aisyah RA sambil menjawab salam Uwais. Uwais bersegera menanyakan Nabi yang ingin ditemuinya. Namun ternyata baginda SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk bertemu Rasulullah tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kepulangan Nabi SAW dari medan perang. Tetapi, bilakah baginda akan pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Kerana ketaatan kepada ibunya, pesanan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan bertemu dengan Nabi SAW. Ia akhirnyam, dengan terpaksa memohon keizinan kepada Sayyidatina Aisyah RA untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya mengirimkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan terharu.
Sekembalinya dari medan perang, Nabi SAW terus menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar kata-kata Rasulullah SAW tersebut, Sayyidatina Aisyah RA. dan para sahabatnya tercengang. Menurut maklumat Sayyidatina Aisyah RA, memang benar ada orang yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakit sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengannya (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah tapak tangannya.” Sesudah itu baginda memandang kepada Sayyidina Ali dan Sayyidina Umar RA. dan bersabda : “Suatu hari nanti, apabila kamu bertemu dengannya, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Hari demi hari, minggu berganti bulan dan tahun terus berlalu. Tidak lama kemudian Nabi SAW wafat, sehingga ke zaman khalifah Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA. dan zaman Khalifah Umar RA. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan sayyidina Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap kali jika ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sehingga seorang khalifah begitu sebok mencari-cari orang yang bernama Uwais ini. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, lantas khalifah Umar Sayyidina Ali mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahawa memang ada seorang yang bernama Uwais bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, mereka berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali memberi salam. Namun rupa-rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabat, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditapak tangannya sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Lalu mereka bertanya kepadanya, "Siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabat itu pun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qarni”. Dalam perbualan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang ketika itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali . memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, “Sayalah yang harus meminta doa dari kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbang uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan lembut sambil berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar lagi beritanya. Tetapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais. "Waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin taufan bertiup dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghentam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di sudut kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu." Ujar lelaki tersebut
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal ini dibadai angin dan dihentam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah !“katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di situ. Pada ketika itu jumlah kami lima ratus orang lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan kapal dan segala muatannya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak mengapa harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qarni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membahagi bahagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tiada seorangpun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersebarlah berita bahawa Uwais al-Qarni telah kembali ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah ramai orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa ramainya orang yang berebut rebut untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “Ketika aku ikut serta mengurus jenazahnya sehingga aku pulang dari mengantar jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat perkuburannya tetapi ternyata tanda pada kuburannya sudah hilang sehingga tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Begitu ramai orang yang tidak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan pengkebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta ? Tapi, ketika hari kematianmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah yang sedemikian ramainya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pengkebumiannya. Baru ketika itulah penduduk Yaman mengetahui siapa “Uwais al-Qarni” Memang ia tak dikenali di bumi tetapi seluruh isi langit mengenalinya.
Uwais Al Qarni adalah seorang seorang insan yang amat memuliakan ibunya hingga namanya terkenal di langit dan disebut-sebut oleh Rasulullah biarpun Baginda tidak pernah menemuinya.
Tetapi seandainya dia berdoa, pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil dan disuruh masuk ke syurga, dia dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin kepada untuk memberi syafa’at sejumlah kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhar. Semua akan dimasukkan ke syurga tanpa seorangpun yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal kebanyakan orang, ia juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai pengemis, pencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqaha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk bersamanya, coba memberinya hadiah dua helai pakaian, pakaian tadi diterimanya tetapi dikembalikan olehnya seraya berkata: “Aku khuatir, nanti ada orang menuduhku, dari mana aku dapatkan pakaian itu, kalau bukan dari mengemis pasti dari hasil curian”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tidak mempunyai keluarga, kecuali hanya ibunya yang telah terlalu tua dan lumpuh. Penglihatannya pula sudah kabur. Untuk mencukupi kehidupan sehariannya, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekadar menampung kehidupan sehari bersama si ibu. Bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala kambing dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Ramai di antara tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengar ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya mereka ke Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap kali melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum berkesempatan.Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengannya. Tetapi apakan daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah ibunya yang jika ia pergi, tiada orang yang akan menjaganya.
Di khabarkan, ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada Rasulullah SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu dengan Rasulullah tidak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah baginda dari dekat ? Tetapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat memerlukan penjagaannya dan tidak boleh ditinggal bersendirian. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Si-ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memahami perasaan Uwais, lalu berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tidak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada jiran tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpeluk cium dengan ibunya, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang jaraknya lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman. Perjalanan yang begitu jauh ditempuhinya, tidak peduli kepada perompak dan penyamun, bukit yang curam, padang pasir yang begitu panas, seluas dan sejauh mata memandang dan dapat menyesatkan, dan apabila malam ia menjadi begitu sejuk. Semua itu tiada menjadi hal baginya asalkan dapat bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras rupa baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Akhirnya tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Beliau segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah, sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidatina Aisyah RA sambil menjawab salam Uwais. Uwais bersegera menanyakan Nabi yang ingin ditemuinya. Namun ternyata baginda SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk bertemu Rasulullah tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kepulangan Nabi SAW dari medan perang. Tetapi, bilakah baginda akan pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Kerana ketaatan kepada ibunya, pesanan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan bertemu dengan Nabi SAW. Ia akhirnyam, dengan terpaksa memohon keizinan kepada Sayyidatina Aisyah RA untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya mengirimkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan terharu.
Sekembalinya dari medan perang, Nabi SAW terus menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar kata-kata Rasulullah SAW tersebut, Sayyidatina Aisyah RA. dan para sahabatnya tercengang. Menurut maklumat Sayyidatina Aisyah RA, memang benar ada orang yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakit sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengannya (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah tapak tangannya.” Sesudah itu baginda memandang kepada Sayyidina Ali dan Sayyidina Umar RA. dan bersabda : “Suatu hari nanti, apabila kamu bertemu dengannya, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Hari demi hari, minggu berganti bulan dan tahun terus berlalu. Tidak lama kemudian Nabi SAW wafat, sehingga ke zaman khalifah Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA. dan zaman Khalifah Umar RA. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan sayyidina Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap kali jika ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sehingga seorang khalifah begitu sebok mencari-cari orang yang bernama Uwais ini. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, lantas khalifah Umar Sayyidina Ali mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahawa memang ada seorang yang bernama Uwais bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, mereka berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali memberi salam. Namun rupa-rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabat, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditapak tangannya sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Lalu mereka bertanya kepadanya, "Siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabat itu pun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qarni”. Dalam perbualan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang ketika itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali . memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, “Sayalah yang harus meminta doa dari kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbang uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan lembut sambil berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar lagi beritanya. Tetapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais. "Waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin taufan bertiup dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghentam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di sudut kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu." Ujar lelaki tersebut
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal ini dibadai angin dan dihentam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah !“katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di situ. Pada ketika itu jumlah kami lima ratus orang lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan kapal dan segala muatannya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak mengapa harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qarni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membahagi bahagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tiada seorangpun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersebarlah berita bahawa Uwais al-Qarni telah kembali ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah ramai orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa ramainya orang yang berebut rebut untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “Ketika aku ikut serta mengurus jenazahnya sehingga aku pulang dari mengantar jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat perkuburannya tetapi ternyata tanda pada kuburannya sudah hilang sehingga tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Begitu ramai orang yang tidak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan pengkebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta ? Tapi, ketika hari kematianmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah yang sedemikian ramainya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pengkebumiannya. Baru ketika itulah penduduk Yaman mengetahui siapa “Uwais al-Qarni” Memang ia tak dikenali di bumi tetapi seluruh isi langit mengenalinya.
Uwais Al Qarni adalah seorang seorang insan yang amat memuliakan ibunya hingga namanya terkenal di langit dan disebut-sebut oleh Rasulullah biarpun Baginda tidak pernah menemuinya.