The Story Of God Bless



[postlink]http://gillaullikcreation.blogspot.com/2010/02/story-of-god-bless.html[/postlink]
Sejarah God Bless tidak terlepas dari perjalanan karir Achmad Albar, vokalis sekaligus pentolannya.

Duo Kribo 2God Bless

The Story Of God Bless
Sejarah God Bless tidak terlepas dari perjalanan karir Achmad Albar, vokalis sekaligus pentolannya. Ketika Iyek, begitu ia sering disapa, kembali ke tanah air setelah melanglang di Belanda, ia pun berangan-angan membentuk band sendiri yang serius.
Bersama Ludwig Le mans, gitaris Clover Leaf, band Iyek ketika masih di Belanda, Iyek lalu mengajak Fuad Hassan (Drum), Donny Fattah (Bass) dan Deddy Dores (Kibord) untuk membentuk band. Tahun 1972, formasi ini mengikuti pentas musik “Summer’28” semacam pentas “Woodstock” ala Indonesia di Ragunan, Jakarta, yang di ikuti berbagai grup dari Indonesia, Malaysia dan Filipina.
Tapi tak lama setelah itu, Deddy Dores keluar dan di gantikan Jockie Soerjoprajogo. Formasi ini pun mulai getol berlatih di kawasan puncak, Jawa Barat dan mematok nama God Bless sebagai nama grup mereka. Tanggal 5-6 Mei 1973, untuk pertama kalinya God Bless tampil di depan publik, di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
Tahun 1975, formasi God Bless yang paling solid yakni Achmad Albar (Iyek), Donny Fattah (Bass), Jockie Soerjoprajogo (Kibord), Teddy Sudjaja (masuk menggantikan Keenan Nasution yang sebelumnya juga menggantikan Fuad Hassan yang meninggal dunia akibat kecelakan) dan di tamah sang gitaris handal Ian antono yang menggantikan Ludwig Le mans . Meraka merampungkan Album perdana Huma diatas Bukit yang merupakan sountrek film yang di sutradarai oleh Syuman Djaya.
Tahun 1970-an, boleh dibilang adalah masa kejayaan God Bless di panggung. Diantara beberapa band Rock yang tumbuh saat itu, sebut saja macam Giant Step, The Rollies dan AKA, God Bless hampir tak tertandingi. Kendati kerap mengusung reportoar asing milik Deep Purple, ELP, hingga Genesis, namun aksi panggung serta skill masing-masing porsonelnya boleh dibilang di atas rata-rata. Di tambah lagi God Bless pernah mendapat kehormatan untuk mendampingi konser Suzi Quarto dan Deep Purple di Jakarta.
Namun keseringan menyayikan lagu asing, macam milik King Ping Meh, Queen, Edgar & Jhonny Winters, Deep Purple dan Genesis membuat gaya musik para personel God Bless sedikit banyak terpengaruh. Hal tersebut tergambar jelas dalam pengarapan album perdana mereka, Huma Diatas Bukit yang cukup banyak terpengaruh sound Genesis.

Menjelang pembuatan album kedua Jockie Soerjoprajogo keluar dari formasi dan memilih mengerjakan proyek album solonya serta menggarap proyek Badai Pasti Berlalu, album yang melejitkan penyanyi Chrisye. Posisi Jockie Soerjoprajogo kemudian di ambil alih oleh Abadi Soesman yang bergabung tahun 1979 dan ikut terlibat di pembuatan album kedua cermin (1980).
Di album ini konsep musik God Bless sedikit berubah. Sentuhan permainan kibord Abadi Soesman yang banyak di pengaruhi unsur musik jazz dan The Beatles menjadikan ramuan aransemen lagu-lagunya terkesan lebih rumit dan membutukan skill tinggi dalam memainkannya. Tapi menurut Abadi, album yang sebagian besar materinya di rekam secara live tersebut tidak terlalu menyulitkan mereka. Karena sebelum rekaman, kami sudah memainkan lagu-lagu itu selama setahun penuh, katanya suatu ketika.

Dua tahun setelah album cermin dirilis, Abadi Soesman mengundurkan diri. God Bless sendiri vakum beberapa tahun. Di tengah kevakuman God Bless Achmad Albar banyak mengeluarkan album solo dan bekerja sama dengan beberapa musisi, sebut saja Areng Widodo, Ucok AKA Harahap, dan pernah membuat Album Dangdut (Zakia dan Laguku)
Tahun 1988, God Bless menggebrak dengan lagi lewat album Semut Hitam, yang kembali menghadirkan permainan kibord Jockie Soerjoprajogo. Di album ini lagi-lagi konsep musik God Bless berubah. Dari tadinya lebih bernuansa rock progresif secara drastic berubah menjadi sedikit lebih keras dengan adanya pengaruh musik hard rock dan heavy metal yang mengikuti zamannya waktu itu.
Secara komersil, boleh dibilang album semut hitam yang antara lain melejitkan lagu kehidupan, semut hitam dan rumah kita ini cukup sukses. Sayangnya, keberuntungan tersebut tidak di barengi oleh keharmonisan hubungan di antara personelnya serta pihak manajemen.
Buntutnya, Ian Antono menyatakan hengkang dari grup yang membesarkan namanya ini. Posisinya kemudian di gantikan oleh gitaris muda berbakat, Eet Sjachranie yang sebelumnya sempat memperkuat bandnya Fariz RM dan grup Cynomadeus.
Ian Antono sendiri, setelah keluar dari God Bless terhitung sukses merintis karir solo sebagai pencipta lagu, arranjer dan produser. Ia berhasil melambungkan nama Ikang Fauzi, Nicky Astria dan menyegarkan karir Iwan Fals kembali lewat album Buku ini aku pinjam dan Mata Dewa.
Setelah Album Semut Hitam (1988), tidak berlama-lama lagi di tahun 1989 God Bless langsung merilis album Raksasa. Untuk kesekian kalinya konsep musik God Bless goyah lagi. Di Album Raksasa, permainan gitar Eet Sjachranie yang sangat modern sangat mempengaruhi pada perubahan musik God Bless. Selain lebih keras juga terkesan lebih bright dan serat akan sound rock yang trand di akhir tahun 1980-an. Di album ini melejit lagu Maret 89, Menjilat matahari, Raksasa yang sangt kental dengan permainan gitar Eet Sjachranie yang banyak terpengaruh musik Van Helen dan juga ACDC.
Ditahun 1991 God Bless merilis Album Story Of God Bless yang merupakan lagu-lagu lawas mereka yang di rilis ulang sebut saja lagu Huma diatas Bukit, Sesat, Musisi, Setan Tertawa, She Passad Away adalah lagu-lagu yang di arensmen ulang dan sangat lebih segar, modern.
Setelah album ini grup band yang menjadi tonggak musik rock di Indonesia ini vakum dan masing-masing poersonil nya sibuk dengan proyeknya sendiri-sendiri. Sebut saja Eet Sjachranie dengan Edane nya. Jockie Soerjoprajogo dengan Kantata Takwa, Swami dan juga Suket serta melambungkan nama Mel Shandy dan Ita purnama Sari. Donny Fattah dengan Kantata Takwa juga dan melambungkan grup pendatang baru Power Metal. Teddy Sudjaja yang memproduseri dan menciptakan lagu-lagu Aggun C Sasmi.
Achmad Albar sendiri dengan solo nya yang cukup sukses.
Selain itu juga diawal tahun 1990-an banyak bermunculan Band-band muda berbakat diantaranya Slank, Power Metal, Grass Rock, Elpamas dan Kaisar. Dan ironis nya di awal tahun 1990-an itu juga muncul grup band yang merupakan duplikat dari God Bless sendiri yakni Gong 2000 di mana tiga porsonelnya Achmad Albar, Ian Antono dan Donny Fattah serta di tambah Harry Anggoman (Kibord) dan Yaya Muktio(Drum) melejit dengan lagu-lagu Rock yang bernuasa pentatonic Bali, dan ada beberapa lagu lawas God Bless yang masuk di Album Gong 2000 ini.
Selang beberapa tahun vakum yang cukup panjang, di tahun 1997, para porsonel God Bless, termasuk Eet dan Ian Antono kembali berkumpul. Workshop yang mereka gelar di kawasan puncak, Bogor menghasilkan album berjudul Apa Khabar, yang merupakan album kerinduan mereka untuk kembali berkibrah di panggung musik.
Kisah selanjutnya setelah penggarapan album Apa Khabar, Eet Sjachranie resmi mengundurkan diri dari formasi God Bless dan konsentrasi untuk bandnya sendiri EDANE, yang sejak tahun 1992 sudah merilis album perdananya, The Beast.
Menjelang penggarapan album-album terbaru God Bless giliran Jockie Soerjoprajogo dan Teddy Sudjaja yang mengundurkan diri. Penggaran album pun menjadi terlambat, sepanjang tahun 2000 hingga 2005 God Bless belum juga merilis album lagi. Sepanjang tahun 2000 hingga 2006 ini banyak nama-nama yang sempat mengisi kekosongan di tubuh God Bless di antaranya, Kembalinya Abadi Soesman, Inang Noorsaid, Iwang Noorsaid, Harri Anggoman, Yaya Muktio dan Gilang Ramadhan.
Entah sekarang bagaimana khabar grup yang menjadi leganda musik rock Indonesia ini. Terakhir mereka masih manggung di acara Amild Live Soundernaline 2005 dan acara tahun baruan 2006 di Ancol dengan formasi Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fattah dan Gilang Ramadhan.
Salut buat God Bless di usia yang tidak muda lagi mereka masih garang di atas panggung.
Di tahun 2006 ini Ian antono berjanji God Bless akan mengelurkan album baru… Ok kita tunggu saja album baru God Bless.

Album God Bless :
1. Huma diatas Bukit (1977)
2. Cermin (1980)
3. Semut Hitam (1988)
4. Raksasa (1989)
5. Story of God Bless (1991)
6. Apa Khabar (1997)


Biodata :
1. Achmad Albar (Surabaya, 16 Juli 1946)
2. Jockie Soerjoprajogo (14 Juli 1954)
3. Donny Fattah (..?..)
4. Ian Antono (Malang, 29 Oktober 1950)
5. Teddy Sudjaja (Jakarta, 13 Juni 1954)
6. Eet Sjachranie (3 Februari 1962)
7. Abadi Soesman (3 Januari 1949)

Sejak nama God Bless ini dikibarkan tahun 1972 hingga kini, atau setidaknya sudah lebih dari tiga dekade berkiprah di panggung musik, ternyata grup rock legendaris yang hingga kini masih eksis cuma punya koleksi lima album, yaitu God Bless (1975), Cermin (1980), Semut Hitam (1988), Raksasa (1989), dan Apa Khabar?(1997), dan sebuah album yang diaransemen ulang, The Story of God Bless (1990).

“Awalnya God Bless dibentuk sebagai band panggung, bukan rekaman,” jelas Iyek, panggilan akrab Achmad Albar, komandan sekaligus vokalis God Bless ini. Di awal terbentuknya, grup band ini pertama kali manggung unjuk kebolehan di acara Summer ’28 – Ragunan (1972), dengan formasi Achmad Albar (vokal), Donny Fattah (bas), Ludwig Lemans (gitar), Fuad Hasan (dram) dan Deddy Dores (kibor). Di susul penampilan berikutnya pada awal tahun ’73, dengan nama God Bless, mereka beraksi di Taman Ismail Marzuki (TIM) – Jakarta, kali ini posisi kibor dipegang Jockie Soeryoprayogo menggantikan Deddy Dores. Penampilan Achmad Albar Cs ini mendapat sambutan hangat penonton.

Mulailah kiprah God Bless sebagai band panggung mendapat tempat di hati penggemar rock di tanah air. Dan nama God Bless terus berkibar sebagai band rock papan atas yang tidak tersaingi. Dalam aksi panggungnya band hard rock ini masih membawakan lagu-lagu grup luar, seperti Deep Purple, Grand Funk Railroad, ELP, King Ping Me, dan James Gang. Tahun 1975, God Bless merilis debut album yang juga bertitel God Bless, dibawah bendera Pramaqua, dengan hits-nya Huma di Atas Bukit,dan She Pass Away. Ketika supergrup dunia Deep Purple manggung di Indonesia (1975), grup ini mendapat kehormatan jadi band pembukanya. Sepanjang perjalanan karirnya, grup rock legendaris ini mengalami tak kurang dari 15 kali ganti formasi. Sejumlah musisi yang pernah nyangkut di sini, antara lain Soman Lubis (alm), Deddy Stanzah (alm), Rudi Gagola, Abadi Soesman, Dodo Zakaria, Oding, Debby, Keenan Nasution.

Tahun 1989, Ian Antono cabut dari God Bless. Posisinya digantikan oleh Eet Syahranie. Saat ditinggal Ian, God Bless menghasilkan album Raksasa, dan merilis album The Story Of God Bless. Pada 1997, Ian Antono kembali memperkuat God Bless. Kerja bareng mereka kali ini menghasilkan album Apa Kabar?. Di album ini God Bless menggunakan duo gitar, Ian Antono dan Eet Syahranie.Usai menggelar konser God Bless Tur Kembali ’97, dalam rangka promo tur album Apa Kabar?, grup ini praktis vakum dari kegiatan panggung.

Baru mulai tahun 2002, mereka bangkit kembali, dan sempat manggung di kafe dan sejumlah event, seperti Asian Rock di Ancol – Jakarta (2003), dan di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Tapi sayang, kebangkitannya kembali God Bless ditandai dengan cabutnya Jockie S dan Teddy Sujaya. “God Bless sekarang tinggal kita bertiga, saya, Donny dan Ian” ungkap Iyek. Untuk mengisi kekosongan, dirangkullah Abadi Soesman, Iwang dan Inang Norsaid. Karena kesibukan di luar God Bless, kakak-beradik ini mengundurkan diri. Posisi Inang digantikan Yaya Moektio. “Untuk di panggung kita pakai additional,” tambah Iyek.

Sebagaimana dikatakan Iyek, awal dibentuknya kelompok musik ini adalah sebagai band panggung. Setelah tujuh tahun absen tidak bikin album, kini mereka kembali menunjukan eksistensinya sebagai band panggung. Meski usia para personelnya rata-rata sudah kepala lima, tapi mereka mampu membuktikan sebagai band panggung yang tetap berkharisma dan memiliki performing act yang menawan.

INDONESIA sebenarnya mulai memasuki tren band pada 1997. Namun, sejak dekade 1970-an, banyak band panggung yang asyik disaksikan live performance-nya.

Benarkah ada siklus 10 tahunan untuk lahirnya sebuah band kondang? Sejarah band panggung Indonesia, sejatinya digerakkan di tiga kota besar: Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Dari Jakarta, muncul God Bless yang lahir 1973. Band itu manggung kali pertama di "Teater Terbuka" Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Tempat itu, pada zamannya dianggap sebagai test case praktisi seni dalam menggelar karyanya.

Band kota lain yang pernah lolos "uji nyali" di Teater Terbuka TIM antara lain AKA Group (Surabaya), Rollies dan Giant Step (Bandung), serta Barongís Band (Jakarta) yang dibangun Eros Djarot sebelum meluncurkan album Badai Pasti Berlalu.

Pada dekade 1970-an, perkembangan band panggung kian gegap gempita, di antaranya lolos memasuki dunia rekaman, baik dalam formasi band maupun berformat musikus pengiring.

Yang sempat mencuat namanya adalah Panbers, The Mercyís, Rasela, dan CíBlues (berformasi brass band mirip Rollies) dari Jakarta. Lalu ada nama Purba Bersaudara, Minstrelís (Medan), dan Yap Brothers (Solo).

Sepanjang 1980-an, generasi baru lahir untuk menjawab tantangan beragam kompetisi band yang digelar institusi pabrik alat musik Yamaha dan Festival Rock se-Indonesia.

Dari event semacam itu, lahirlah istilah band-band panggung, seperti Indonesia 6, Kahitna, Squirrel, Modulus, Jamrud, Boomerang, Power Metal, dan El Pamas. Sebagian besar dari band itu, telah sukses melalui rekaman albumnya.

SEDERET artis muda membuat album khusus untuk Ian Antono (53). Album berjudul A Tribute to Ian Antono terbitan Sony Music itu antara lain melibatkan band Sheila on 7, Padi, GIGI, Cokelat, /rif, juga penyanyi Glenn Fredly sampai Audy.

SEBAGIAN besar dari mereka masih balita, bahkan ada yang belum lahir, ketika Ian Antono terkenal sebagai gitaris God Bless pada pertengahan 1970-an. Eross (25), gitaris Sheila on 7 itu misalnya, sepantaran dengan Stevan Antono, anak sulung Ian.

Mereka menyanyikan lagu Ian Antono seperti Panggung Sandiwara yang liriknya ditulis Taufiq Ismail. Lagu yang dipopulerkan Duo Kribo-Ahmad Albar dan Ucok Harahap-pada 1978 itu dinyanyikan Sheila on 7. Ada juga lagu Ian Neraka Jahanam, Rumah Kita, sampai Zakia.

Era telah berganti, dan Yusuf Antono Djojo, pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 29 Oktober 1950, itu menyaksikan hadirnya rocker muda di belantika musik.

"Dari dulu saya ingin rocker tua dan muda itu nyambung. Tidak seperti dulu yang kayaknya ada gap. Kami juga membutuhkan mereka, untuk bertukar pengalaman," kata Ian yang menganggap album Tribute itu sebagai penyambung generasi rocker 1970-an dan hari ini.

Ian masih berpenampilan muda. Rambutnya yang gondrong setengkuk kini memutih sebagian. Konon, menurut Titik Saelan, istri Ian, itu merupakan rambut terpendek yang pernah dipelihara Ian. Selama lebih dari tiga puluh tahun dia terus memelihara rambut hingga sepunggung.

Rambut itulah yang pernah menjadi pelengkap penampilan Ian sebagai rocker di zaman jaya God Bless, era 1970-an sampai awal 1980-an. Atribut wajib lain rocker saat itu adalah sepatu berhak tinggi serta kostum serba ketat, termasuk baju dan celana kulit.

"Dulu dandanan rock itu memang cenderung seperti itu. Padahal kalau hari-hari biasa saya sebel juga pake yang kayak gitu," kenang Ian.

SELAIN dikenal sebagai gitaris, Ian adalah seorang pencipta lagu, penata musik, dan produser. Tak kurang dari 400 lagu pernah ditulis Ian, termasuk di antaranya Jarum Neraka, Tangan Setan, yang dipopulerkan Nicky Astria pada pertengahan 1980-an. Ian juga membuat lagu berirama padang pasir, seperti Zakia yang dilantunkan Ahmad Albar pada tahun 1979.

Sebagai penata musik, Ian pernah menangani artis seperti Nicky Astria, Iwan Fals, Anggun C Sasmi, Emilia Contessa, Anna Matovani, sampai Grace Simon.

Ian mulai aktif menulis lagu dan menata musik ketika God Bless mempersiapkan album Huma di Atas Bukit pada 1976. Pada awalnya, tidak mudah bagi Ian untuk membuat lagu. Ada semacam proses transformasi dari sekadar bermain ke penciptaan.

Saat bermain pada band Bentoel pada 1971, sampai ketika bergabung dengan God Bless sejak 1974, Ian terbiasa memainkan musik seperti Deep Purple, Alice Cooper, Jethro Tull, Edgar Winter, dan James Gang. Penampilan fisik, gaya panggung, dan musik bisa ditiru. Namun, giliran memasuki wilayah penciptaan, Ian mengaku tidak mampu lagi sekadar meniru. Ian mengaku tidak dapat seratus persen membuat lagu seperti lagu ciptaan rockers Barat.

"Walau sudah lama nge-rock, ternyata bikin lagu itu tidak gampang. Waktu kita bikin musiknya, bau ndeso itu masih tetap ada. Kuncinya ternyata ada di jiwa, dan ternyata kita tidak bisa jadi bule."

Kata ndeso yang dimaksud Ian adalah rasa personal. Rasa tersebut terbentuk dari endapan memori dengaran yang diserap Ian sejak kecil. Pengaruh Jawa, Bali, atau Melayu, menurut Ian, akan keluar dengan sendirinya begitu ia membuat lagu sendiri. Harap maklum, sewaktu menjadi pemain ketipung dalam band bocah di Malang, Ian sering memainkan lagu Melayu sejenis Ayam Den Lapeh-nya Orkes Gumarang pimpinan Asbon itu.

"Lagu Tangan Setan dan Jarum Neraka itu, menurut kawan saya orang Malaysia, katanya terdengar Jawa."

Ian Antono termasuk generasi awal pemusik rock keras yang harus menulis lagu rock dengan lirik berbahasa Indonesia. Seperti banyak musisi rock keras lain, Ian juga terkesan pada unsur bunyi dari musik rock, terutama dari distorsi suara gitar.

"Rock itu berkait dengan bunyi. Makanya orang mengatakan gitar rock itu meraung-raung, bukannya berdenting," kata Ian yang antara lain menggunakan gitar Hamer dan Ibanez.

Unsur suara yang meraung-raung itulah yang ketika dialihkan ke dalam lirik menimbulkan pencitraan serba keras atau sangar. Termasuk lagu Ian seperti Neraka Jahanam, Jarum Neraka, dan Tangan Setan.

"Waktu itu kalau liriknya yang indah-indah rasanya kok enggak masuk," kenang Ian.

Belakangan Ian telah mampu melepaskan citra keras dari rock dan lahirlah lagu sejenis Rumah Kita. Lagu yang dipopulerkan God Bless pada 1987 itu menyuarakan perasaan Ian yang merasa lebih merdeka setelah hidup mandiri dengan mengontrak rumah sederhana di Tebet.

"Kami hidup sederhana, tapi nikmat. Kami nyuci pakaian berdua. Kami membesarkan anak berdua. Kami senang main band tanpa berpikir band ini bisa menghidupi atau tidak," kata Ian yang saat ditemui didampingi sang istri, Titik Saelan, pemain drum Princes Tone.

Mereka menikah pada 1974 dan kini mempunyai tiga anak. Mereka adalah Stevan (25), Rocky (21), dan Monica (19) yang semuanya masih kuliah. Evan dan Rocky kini membentuk band Gallagasi yang juga tampil dalam album A Tribute to Ian Antono.

Ian selama ini menghidupi keluarganya dari musik rock. Ian mulai dari band bocah di Malang, kemudian ikut band keluarga Zodiacs bersama kakak-kakaknya. Ian saat itu menyukai lagu-lagu dari The Shadows atau The Ventures dan dia tertarik pada permainan gitar Hank Marvin, gitaris The Shadows.

Pada 1969 Ian ke Jakarta bersama Abadi Soesman, bermain musik di Hotel Marcopolo. Dua tahun kemudian kembali ke Malang untuk bergabung dengan band Bentoel, Malang, sebagai pemain drum dan kemudian beralih ke gitar. Pada 1974 Ian diminta Ahmad Albar bergabung dengan God Bless. Pada awal 1990-an Ian membentuk Gong 2000.

Lebih dari tiga dekade, Ian hidup dari musik rock. Beberapa kali ia pernah vakum dari kegiatan musik. Namun, dia tetap bertahan hidup di musik rock. Sudah mapan?